Zakat Jalan, Transparansi Ngumpet. Apa Ini yang Disebut Ibadah Sosial?
- account_circle Fauzi AS
- calendar_month Kam, 19 Jun 2025
- visibility 38

(Foto:Ilustrasi).
OPINI, Klik Times – Baznas Sumenep: Lembaga Amal atau Agensi Pencitraan?
Di Sumenep, amal kini tak hanya berbentuk sedekah, tapi juga sinematografi. Tak lagi cukup memberi bantuan, harus ada drone yang terbang, spanduk terbentang, dan senyum direkam dengan lensa tajam.
Inilah wajah baru dari zakat produktif, versi Baznas Sumenep. Tempat swafoto-pun dipilih di tengah tegalan, seolah penerima betul-betul hasil wahyu dari langit.
Di bawah pimpinan Ahmad Rahman, Baznas tampak lebih sibuk mengatur backdrop dan testimoni warga dibanding mengatur laporan keuangan ASN rendahan yang terpaksa berbagi keringatnya.
Program-programnya tak tanggung-tanggung: Sumenep Sehat, Sumenep Cerdas, Sumenep Berdaya, bahkan kini Sumenep Sinematik.
Semua disajikan lengkap dengan narasi menyentuh dan efek slow-motion, seperti acara realitas televisi dengan judul: “Bedah Rumah, Tapi Jangan Bedah Data.”
Contohnya terbaru: Bedah Rumah Mustahik milik Bapak Pusaet, warga Dusun Jeruk Purut, Desa Cabbiya, Kecamatan Talango.
Sudah bertahun-tahun ia hidup di rumah semi-rapuh, dan kini akhirnya dibantu, bukan hanya oleh tukang, tapi oleh kamera dan copywriter.
“Bapak Pusaet layak mendapatkan bantuan bedah rumah karena sudah bertahun-tahun hidup di tempat yang tak layak,” kata Ahmad Rahman, penuh penghayatan.
Kalimat itu seolah dirancang untuk dijadikan quote viral di feed Instagram Baznas.
Program ini, katanya, adalah bukti pemanfaatan zakat secara produktif dan maslahat.
Tapi ketika publik bertanya substansi: “Berapa ASN yang dipotong gajinya? Mana aturannya? Mana datanya?” Baznas memilih bungkam.
Yang keluar justru angka dari jumlah media yang meliputnya seolah publik harus puas dengan berita, bukan jawaban.
ASN Mengeluh, Tapi Tak Berani Mengadu
Salah satu ASN Pemkab Sumenep yang enggan disebut namanya, sebut saja Pak Badrun, mengeluh dengan wajah lelah di meja kopi kantor.
“Saya dipotong zakat tiap bulan. Tapi sampai hari ini belum pernah ada pemberitahuan resmi, apalagi pilihan.
Rumah saya ngontrak, gaji pas-pasan, bahkan utang beras di toko kelontong masih belum lunas,” ujarnya sambil menatap sisa kopi yang mulai dingin.
Badrun bukan satu-satunya. Banyak ASN muda, honorer, hingga pegawai kontrak merasa diperlakukan seperti mesin ATM Baznas yang tak boleh protes.
Potongan zakat dilakukan secara otomatis, tanpa proses edukasi atau transparansi.
Tak ada laporan, tak ada konfirmasi, tapi tetap dipaksa merasa bersalah kalau bertanya.
“Saya bukan tidak mau zakat. Tapi zakat itu amal, bukan kewajiban paksa. Apalagi kalau gaji belum cukup buat bayar utang sekolah anak,” keluh seorang pegawai lainnya.
Di sinilah masalahnya. Zakat jadi institusional, tapi pengelolaannya lebih mirip organisasi konten dengan tambahan media online.
Kebaikan diukur dari jumlah berita, bukan jumlah pertanggungjawaban.
Ketika Amal Jadi Konten, Kritik Jadi Dosa
Baznas seolah menjelma lembah suci yang tak boleh disentuh. Kritik dianggap ancaman. Pertanyaan dianggap kebencian.
Bahkan saat seorang wartawan lokal bertanya soal audit zakat ASN, ia malah diberi press release soal bedah rumah.
Kritik pun dibalas dengan angka-angka visual:
• “Sudah 120 rumah kami bantu.”
• “Media sudah memberitakan 300 kali.”
• “Kami viral 5 kali bulan ini.”
Mari kita bedah sedikit dari berita yang sudah lima kali viral,
Apakah uang zakat boleh untuk anggaran bedah rumah?
Apakah uang zakat boleh untuk beli kursi roda?
Apakah uang zakat juga bisa buat bantuan sound sistem saat musim kampanye kemarin?
Ya, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) diwajibkan menggunakan Sistem Informasi Manajemen BAZNAS (SIMBA) untuk pengelolaan zakat, infak, dan sedekah.
SIMBA adalah sistem yang dikembangkan oleh BAZNAS untuk memfasilitasi pendataan, pengumpulan, pendistribusian, pengesahan, dan pelaporan ZIS.
Apakah Baznas sudah patuh? Kita bedah pada episode berikutnya.
Tak ada satu pun data soal jumlah ASN yang dipotong, berapa total zakat yang masuk, dan bagaimana pertanggungjawabannya.
Program Baznas tampaknya berjalan di dua jalur: satu untuk yang benar-benar miskin dan membutuhkan, satu lagi untuk keperluan dokumentasi dan persepsi publik.
Sayangnya, jalur kedua lebih lancar, lebih terang, dan lebih viral.
Program Sejahtera, Tapi Rakyatnya Bingung.
Ahmad Rahman berkali-kali menegaskan bahwa Baznas Sumenep berkomitmen mengoptimalkan zakat untuk kesejahteraan masyarakat. Tapi hingga kini, persepsi di lapangan justru makin rancu.
Apakah ini lembaga amal, lembaga promosi, zakat digunakan untuk membantu mustahik atau justru untuk menjual narasi keberhasilan di tengah masyarakat yang belum sempat bertanya?
Publik punya hak tahu, bukan hanya hak menonton. Tapi di Sumenep, seolah-olah yang boleh tahu hanyalah kamera. Rakyat hanya diminta menonton, memuji, dan diam.
Zakat Bukan Bahan Promosi
Zakat adalah amanah. Tapi di tangan yang salah, ia bisa jadi alat legitimasi. Baznas semestinya menjadi jembatan kebaikan, bukan billboard berjalan.
Harusnya menjawab pertanyaan, bukan menumpuk dokumentasi.
Sebab jika terus begini, kita tak sedang membangun kesejahteraan, tapi hanya sedang membangun katalog amal yang estetis dan penuh efek bokeh.
Sekali lagi saya ulang pesan untuk petinggi Baznas, jangan perang media, sebab opini hanya berisi kritik dan koreksi terhadap badan pengelola dana umat. Jawab saja dengan data dengan cara sahabat.
Tapi kalau Baznas memaksa, mari besok atau lusa mari kita bongkar-bongkar data, agar publik, ASN, dan APH tahu, dimulai dan di akhiri dari mana.
***
**) Opini Ditulis oleh Fauzi AS, Pengamat Kebijakan Publik.
**) Tulisan artikel sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan tidak termasuk tanggung jawab media Klik Times.id
**) Rubrik terbuka untuk umum. Panjang tulisan maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata.
**) Artikel Dikirim ke email resmi redaksi Klik Times.id
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirimkan apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi Klik Times.id.
- Penulis: Fauzi AS