SUMENEP | KLIKTIMES.ID – Musim tembakau di Madura tidak hanya identik dengan petani yang sibuk di ladang. Di sela aktivitas itu, ada tradisi rakyat yang tak pernah hilang ditelan zaman: permainan layangan.
Setiap sore, langit di berbagai desa di Kabupaten Sumenep tampak semarak oleh warna-warni layangan yang menari mengikuti arah angin. Tak terkecuali di Desa Bragung, panorama itu menjadi pemandangan khas yang selalu dinanti warga.
Pantauan Klik Times, Sabtu (16/8/2025) sore, pinggiran jalan raya hingga pematang sawah yang biasanya lengang mendadak ramai dipenuhi warga mulai dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa larut dalam keseruan menerbangkan layangan. Cuaca cerah dan angin kencang menjadikan permainan tradisional ini semakin hidup.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kalau sore suasananya benar-benar ramai mulai anak-anak sampai bapak-bapak ikut menerbangkan layangan,” tutur Ayik, warga Desa Bragung, Kecamatan Guluk-guluk, Sumenep, kepada Klik Times.
Menurut Ayik, layangan bukan hanya mainan dari kertas dan benang, melainkan juga media kebersamaan.
“Bagi kami, layangan itu tempat berkumpul. Anak-anak bisa belajar kesabaran, remaja mengasah keterampilan, sementara orang tua ikut meramaikan sambil mengenang masa kecil. Jadi ada kebersamaan lintas generasi di sini,” katanya.
Keseruan makin terasa ketika ada layangan yang putus. Saat itu, anak-anak berlarian di pematang sawah mengejarnya sambil tertawa riang.
“Kalau putus layangan, langsung dikejar rame-rame. Kadang ada yang jatuh, tapi tetap ketawa. Dari situ mereka belajar kalah, menang, usaha, sampai soal keberuntungan,” imbuh Ayik.
Ayik menilai, tradisi main layangan telah menjadi perekat sosial masyarakat Sumenep. Permainan sederhana ini mempertemukan banyak kalangan dalam suasana yang hangat.
“Kadang dari sekadar main layangan, anak-anak jadi akrab, orang tua saling menyapa, hubungan antarwarga juga makin erat. Di musim tembakau, layangan sudah seperti budaya yang ditunggu-tunggu,” jelasnya.
Jenis layangan yang menghiasi langit pun beragam. Ada yang berbentuk klasik belah ketupat, ada pula yang bergambar tokoh kartun, hingga layangan aduan dengan benang gelasan. Saat beterbangan, suara khas layangan bersahut-sahutan, seolah menjadi musik rakyat yang mengiringi sore hari masyarakat Madura.
Di tengah derasnya arus digitalisasi, tradisi ini tetap eksis. Layangan bukan sekadar permainan, melainkan ruang kebersamaan lintas usia.
“Permainan ini sederhana, tapi di situlah letak serunya. Kita bisa ketawa bareng, kumpul bareng, nggak ada batasan usia. Semua orang bisa ikut,” tutur Ayik.
Sambil menatap ke arah langit yang dipenuhi layangan warna-warni, ia menutup dengan kalimat penuh makna.
“Setiap layangan yang terbang itu simbol kebahagiaan sederhana. Nggak perlu mahal, cukup seutas benang dan selembar kertas, tapi bisa bikin orang merasa senang,” pungkasnya.