Opini

Tragedi Al-Khoziny dan Kontroversi Trans 7: Menyikapi Fenomena di Pesantren dan Media Nasional

42
×

Tragedi Al-Khoziny dan Kontroversi Trans 7: Menyikapi Fenomena di Pesantren dan Media Nasional

Sebarkan artikel ini
Abd. Hamid Ramadhany, Ketua Umum HMI Cabang Pamekasan Komisariat Tarbiyah UIN Madura Periode 2025-2026. Foto/Ist.

OPINI | KLIKTIMES.ID – Beberapa waktu publik se-Nusantara raya diramaikan oleh berita dan fenomena runtuhnya mushalla Al-Khoziny serta tayangan video dokumenter yang menyudutkan kiai dan pesantren, yang ditayangkan secara resmi oleh stasiun televisi Trans 7.

Runtuhnya bangunan Mushalla Al-Khoziny pada Rabu pagi menjadi musibah dan duka bersama umat Islam serta masyarakat luas di Indonesia. Jumlah total korban di Ponpes Al-Khoziny adalah 171 orang, terdiri dari 104 korban selamat dan 67 korban meninggal (termasuk 8 bagian tubuh). Data ini mencakup semua korban yang berhasil dievakuasi hingga operasi pencarian resmi ditutup oleh Basarnas, dilansir dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20251008071253-20-1282118/data-terakhir-korban-ponpes-al-khoziny-67-tewas-34-teridentifikasi

Peristiwa tersebut terjadi ketika sejumlah santri sedang bersiap melaksanakan kegiatan ibadah rutin shalat jamaah Asar di Ponpes Al-Khoziny, Buduran, Sidoarjo. Tepat pada rakaat ketiga menuju rakaat keempat, bangunan tiga lantai tersebut runtuh dan menyisakan puing-puing reruntuhan bersama sejumlah santri yang tengah beribadah.

Ini adalah pukulan telak sekaligus pengingat bagi kita semua sebagai bagian dari umat Islam dan bangsa Indonesia. Dalam ilmu konstruksi bangunan, kegagalan struktur bisa menjadi penyebab, namun tidak sepenuhnya harus menyalahkan pihak pesantren, terlebih pengasuhnya KH. Raden Abdus Salam Mujib. Tanpa diminta pun, masyarakat yakin bahwa pihak pesantren akan bertanggung jawab penuh atas kejadian tersebut.

Ungkapan pengasuh tentang “ini adalah takdir” bukan semata-mata ucapan lepas. Sebagai umat Islam yang beriman, kita harus percaya bahwa takdir (ketetapan dari Allah SWT) adalah yang terbaik, baik itu berupa kebaikan maupun cobaan.

Allah SWT telah menegaskan hal ini dalam QS. Ali Imran ayat 185:

> كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”

Begitu pula dalam QS. Al-Mulk ayat 2:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” Dilansir dari https://tirto.id/ayat-ayat-al-quran-tentang-maut-dan-kematian-glkf

Berdasarkan kedua ayat tersebut, sejatinya kita sebagai umat Islam harus menyadari bahwa setiap makhluk akan kembali kepada Sang Pencipta. Karena itu, tidak pantas bagi siapa pun menyalahkan pihak pesantren secara sepihak, apalagi langsung menghakimi pengasuh Ponpes Al-Khoziny, KH. Raden Abdus Salam Mujib.

Namun, duka umat Islam belum sepenuhnya reda ketika publik kembali dikejutkan oleh tayangan video dokumenter di Trans 7 yang menyoroti kehidupan pesantren, kiai, dan santri dengan cara yang dinilai tidak etis. Tayangan tersebut memunculkan persepsi negatif seperti feodal, perbudakan, atau santri yang “ngesot di depan kiai”  seolah-olah disengaja untuk memancing kemarahan publik.

Hal ini jelas menimbulkan beragam tanggapan serius dari masyarakat, mulai dari para ulama, kiai, priyayi, pendakwah, alumni, hingga mahasiswa dari berbagai organisasi mahasiswa ekstra kampus (ORMEK). Banyak yang menilai tayangan tersebut tidak layak dan menyalahi etika media nasional, karena berpotensi menimbulkan kesalahpahaman publik terhadap dunia pesantren.

Beberapa tokoh ulama dan alumni termasuk HIMASAL menegaskan bahwa tayangan seperti itu tidak pantas disiarkan oleh televisi nasional. Alih-alih memperbaiki moral publik, tayangan itu justru memperkeruh suasana dan menambah polemik di tengah masyarakat. Oleh karena itu, Trans 7 harus berbenah dan mengevaluasi total sistem pengelolaan serta penayangan berita di masa mendatang.

“Saya atas nama pribadi dan organisasi mahasiswa ekstra kampus (HMI Komisariat Tarbiyah UIN Madura) sangat menyayangkan stasiun TV sekaliber Trans 7 justru lebih memilih menayangkan video dokumenter seperti itu. Tidak sepatutnya stasiun TV resmi dengan sengaja menggiring opini buruk yang jelas-jelas akan menghasilkan stigma negatif tentang kepesantrenan.

Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang berhasil membentuk karakter bangsa ini. Kita harus menilai fenomena ini secara proporsional agar tidak memperkeruh keumatan dan kebangsaan. Tradisi pesantren memiliki nilai adab dan penghormatan tinggi kepada guru. Media massa pun harus mengedepankan etika visual agar tidak menimbulkan kesan ekstrem dari khalayak ramai.

Dalam Islam telah diingatkan, ‘berpikirlah sebelum berbicara dan bertindak.’”

(Pernyataan pada 17 Oktober 2025)

Tragedi di Mushalla Al-Khoziny adalah ujian bagi kita semua, sedangkan tayangan dokumenter Trans 7 adalah pengingat penting untuk menjaga martabat nilai keislaman di tengah keterbukaan informasi digital.

Sebagai bagian dari masyarakat luas, sudah sepatutnya kita memberikan penilaian yang bijak, berdasarkan fakta, rasionalitas, dan argumentasi yang cerdas. Dengan begitu, kita tidak mudah terjebak dalam narasi yang menyesatkan atau bersifat provokatif.

Akhirnya, perlu kita ingat bersama bahwa:

Islam adalah agama yang tinggi dan tidak ada agama lain yang menandingi ketinggiannya.”

Dan juga,

“Hukum Islam akan selalu relevan dengan hukum kehidupan dunia dan manusia, kapan pun dan di mana pun (الإسلام صالح إلى زمان ومكان).”

(Dikutip dari buku Logika Agama karya M. Quraish Shihab.)

Trans 7 harus bertanggung jawab penuh atas tayangan tersebut, sementara masyarakat diharapkan untuk tetap tegas membela kebenaran dan keadilan. Sebab, setiap kebenaran dan keadilan selalu layak untuk diperjuangkan dan disuarakan dengan lantang.

*) Abd. Hamid Ramadhany, Ketua Umum HMI Cabang Pamekasan Komisariat Tarbiyah UIN Madura Periode 2025-2026.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *