OPINI, Klik Times – Saya ingin membuka catatan ini dengan mengutip pemikiran Émile Durkheim, seorang sosiolog besar asal Prancis yang menyatakan bahwa solidaritas adalah hubungan antara individu atau kelompok yang terikat oleh perasaan moral dan kepercayaan bersama, diperkuat oleh pengalaman emosional kolektif.
Konsep ini tidak hanya relevan dalam konteks masyarakat luas tetapi juga sangat tepat untuk memahami dinamika kelompok seperti paguyuban atau komunitas industri lokal termasuk di antaranya Paguyuban Pengusaha Rokok Sumenep.
Begini, di tengah arus deras regulasi dan ketatnya kompetisi pasar, para pengusaha rokok lokal di Sumenep justru menunjukkan kekompakan dan ikatan emosional yang solid.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Mereka tak berjalan sendiri-sendiri melainkan bersatu dalam satu wadah yang bukan hanya berfungsi sebagai tempat berhimpun tetapi juga sebagai sarana memperjuangkan keberlangsungan industri rokok lokal. Inilah makna solidaritas dalam praktik nyata.
Secara leksikal, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan solidaritas sebagai “sifat atau perasaan solider yaitu perasaan satu rasa atau senasib serta perasaan setia kawan.”
Perasaan satu nasib inilah yang menyatukan mereka. Tantangan demi tantangan mereka hadapi bersama mulai dari sorotan regulasi pita cukai, tekanan produksi hingga stigma sosial.
Namun, solidaritas tidak bisa berhenti pada kebersamaan semata. Dalam situasi yang kian kompleks, mereka memahami bahwa komunikasi yang sehat dan terarah adalah kunci. Maka dari itu, Paguyuban Pengusaha Rokok Sumenep menjalin sinergi dengan pelaku media.
Tujuannya bukan hanya demi eksistensi melainkan untuk “menstrilkan” keadaan, menjernihkan narasi, meredam salah paham publik serta mendinginkan ketegangan yang sering kali lahir dari miskomunikasi.
Langkah menggandeng media menunjukkan bahwa paguyuban ini tidak ingin sekadar dilihat sebagai kelompok reaktif tetapi sebagai entitas adaptif dan solutif. Media menjadi jembatan strategis antara pengusaha, masyarakat dan pemerintah. Ini adalah wujud nyata solidaritas yang hidup bukan sekadar jargon.
Namun, belakangan ini muncul riak kecil dalam tubuh paguyuban. Salah satu pengusaha, yang enggan disebutkan namanya, tampak mempertanyakan arah dan peran paguyuban itu sendiri.
Ia merasa beberapa sentilan atau kritik yang terjadi di luar ruang asosiasi tidak sepenuhnya bisa dibebankan kepada paguyuban. Seolah-olah ia ingin mengambil jarak atau bahkan “telak tiga” dengan organisasi yang selama ini menaunginya.
Jika benar demikian, maka ini adalah pertanda awal dari retaknya kesolidan. Sebab, seperti kita tahu, menjaga kondusifitas di Bumi Sumekar tidak semudah membalikkan telapak tangan. Di dalamnya ada dinamika sosial yang rumit, ada “lakon-lakon ludruk” yang bisa dimainkan kapan saja dan oleh siapa saja.
Lebih jauh lagi, di luar lingkaran asosiasi, masih banyak media yang aktif mengamati dan mengkritisi geliat industri rokok lokal termasuk dugaan keterlibatan dalam produksi rokok ilegal atau pelanggaran pita cukai.
Maka menjadi kontraproduktif jika dari dalam justru terjadi keretakan. Sumenep tak akan pernah benar-benar kondusif jika internal paguyuban sendiri kehilangan kesolidannya.
Yang lebih mengkhawatirkan, beberapa media bahkan mulai mengarahkan keresahan mereka kepada sosok penasihat paguyuban. Figur yang seharusnya menjadi suluh di tengah kegelapan, kini malah dinilai perlu juga untuk dinasihati. Kata mereka (Beberapa Media) terdapat beberapa “Parembegen” yang ditengarai berujung “Sal-Sal” atau Kocar-Kacir di tangannya.
Saya menyimpulkan bahwa jika benar denyut nadinya demikian, nyaris kepercayaan dan sematan “Sultan” akan terkikis luntur secara perlahan. Dan mendiaminya hanya akan menjadi stimulisasi keretakan itu dimulai.
Meminjam istilah bijak: seorang penasihat semestinya menjadi teladan bukan hanya dalam kata tetapi juga dalam sikap dan arah kebijakan. Ia bukan sekadar penonton tapi sutradara yang mengatur ritme dan menjaga panggung agar tetap seimbang.
Di tengah dinamika ini, kita patut berharap agar Paguyuban Pengusaha Rokok Sumenep tidak hanya tetap solid tetapi juga mampu berefleksi dan memperkuat kembali fondasi internalnya. Sebab, tanpa itu, solidaritas hanya akan menjadi narasi kosong dan apa gunanya paguyuban jika yang terpecah adalah ruh kebersamaannya.
Sebagai penutup catatan ini, mewakili suara Petani Sumenep, saya titip pesan kepada Paguyuban Rokok lokal untuk benar-benar memperhatikan nasib tembakau di tengah persoalan cuaca yang kian menggelayut diterpa ketidakpastian.
Namun begitu, jangan sekali-kali menyeret harga tembakau ke dalam ruang yang menggigilkan suasana hingga membekukan harapan. Harga adalah napas terakhir petani. Jika itu ikut membeku, maka beku pula semangat mereka untuk bertahan.
Sebab belakangan ini, Pernyataan Ketua Paguyuban Pengusaha Rokok Sumenep terdengar menyejukkan, seolah mengikis kekhawatiran para petani yang selama ini dihimpit ketidakpastian. Semoga saja komitmennya dapat di pertaruhkan dan benar-benar sejalan dengan tindakan nyata di lapangan.
***
**) Opini Ditulis oleh M. Faizi, Pegiat Media
**) Tulisan Opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan tidak termasuk tanggung jawab media klik Times.id
**) Rubrik terbuka untuk umum. Panjang tulisan maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata.
**) Artikel Dikirim ke email resmi redaksikliktimes@gmail.com.
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirimkan apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi Klik Times.id.