Regulasi Digital: Pelindung Hak Atau Penghalang Inovasi?
- account_circle Qurratul Aini
- calendar_month Kam, 19 Jun 2025
- visibility 28

Qurratul Aini (Foto:Istimewa).
OPINI, Klik Times – Di era digital seperti sekarang ini, teknologi berkembang begitu cepat dan menyentuh hampir semua aspek kehidupan mulai dari cara kita berkomunikasi, belajar hingga menjalankan bisnis.
Namun, kemajuan ini juga memunculkan banyak masalah baru seperti pencurian data, penyebaran informasi palsu hingga tindak kejahatan berbasis internet. Untuk menjawab tantangan ini, berbagai negara termasuk Indonesia mulai menetapkan regulasi digital guna melindungi hak masyarakat.
Tapi di tengah upaya tersebut, muncul perdebatan: apakah regulasi digital benar-benar berfungsi untuk melindungi hak, atau justru menghambat perkembangan inovasi dan kreativitas di dunia digital?
Kalau dilihat dari sisi perlindungan tentu regulasi digital punya peran penting. Salah satunya adalah melindungi data pribadi masyarakat. Sekarang ini, banyak layanan digital yang mengumpulkan dan menyimpan data pengguna mulai dari nama lengkap, alamat sampai kebiasaan belanja.
Tanpa aturan yang jelas, data-data itu bisa disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Karena itu, kehadiran Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia menjadi langkah penting untuk memberikan jaminan keamanan bagi para pengguna layanan digital.
Selain soal data, regulasi juga dibutuhkan untuk mengontrol konten di internet. Misalnya, untuk mencegah penyebaran hoaks, ujaran kebencian atau konten yang mengandung kekerasan. Tanpa regulasi, dunia digital bisa jadi tempat yang bebas tapi berbahaya.
Dalam hal ini, aturan bukan untuk membatasi secara semena-mena, melainkan menjaga agar ruang digital tetap sehat dan tidak merugikan pengguna lain.Tapi, di balik manfaatnya, regulasi digital juga bisa jadi bumerang kalau diterapkan secara kaku atau berlebihan. Misalnya, aturan yang terlalu rumit bisa menyulitkan perusahaan rintisan (startup) untuk berkembang.
Banyak pelaku industri digital yang akhirnya kesulitan mematuhi regulasi karena proses perizinan yang rumit atau ketentuan yang tidak jelas. Akibatnya, inovasi yang seharusnya bisa tumbuh malah terhambat.
Masalah lain muncul ketika regulasi dijadikan alat untuk membatasi kebebasan berekspresi. Jika aturan digunakan untuk menyensor opini atau mengontrol informasi secara sepihak, maka fungsi regulasi malah bergeser dari pelindung menjadi penghambat. Padahal, internet seharusnya bisa menjadi ruang terbuka untuk berdiskusi dan berkreasi secara bebas.
Karena itu, penting bagi pemerintah untuk menyusun regulasi yang tidak hanya tegas, tapi juga adil dan fleksibel. Peraturan yang baik adalah yang disusun bersama-sama dengan pelaku industri, akademisi, dan masyarakat, agar lebih sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Di samping itu, regulasi digital juga harus bisa menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi yang sangat cepat.
Pada akhirnya, regulasi digital bisa menjadi pelindung hak-hak masyarakat sekaligus ruang aman bagi inovasi, asalkan dibuat dan diterapkan dengan bijak. Tantangannya bukan pada perlu atau tidaknya regulasi, tapi bagaimana cara merancangnya agar tidak menekan kreativitas, kebebasan, atau pertumbuhan industri digital.
Jika pemerintah mampu bersikap terbuka, adaptif, dan melibatkan berbagai pihak dalam proses pembuatan kebijakan, maka regulasi digital akan menjadi pondasi penting dalam membangun ekosistem teknologi yang aman, adil, dan inovatif di masa depan.
***
**) Opini Ditulis oleh Qurratul Aini, Kader IPPNU Ganding, Mahasiswi Universitas Annuqayah.
**) Tulisan artikel sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan tidak termasuk tanggung jawab media Klik Times.id
**) Rubrik terbuka untuk umum. Panjang tulisan maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata.
**) Artikel Dikirim ke email resmi redaksi Klik Times.id
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirimkan apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi Klik Times.id.
- Penulis: Qurratul Aini