BeritaDaerahNasional

Mas’udah, Perempuan Madura yang Menyihir Dewan Juri Lewat Puisi “Rinduku Padamu, Pahlawan”

132
×

Mas’udah, Perempuan Madura yang Menyihir Dewan Juri Lewat Puisi “Rinduku Padamu, Pahlawan”

Sebarkan artikel ini
Mas’udah, Koordinator Presidium FORHATI Daerah Sumenep, saat membacakan puisi karyanya berjudul “Rinduku Padamu, Pahlawan” pada malam penganugerahan Lomba Menulis dan Membaca Puisi Nasional FORHATI 2025 di Hotel Tavia, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Foto/Klik Times

JAKARTA | KLIKTIMES.ID – Dunia sastra Madura kembali bergema di panggung nasional. Adalah Mas’udah, Koordinator Presidium Forum Alumni HMI-Wati (FORHATI) Daerah Sumenep, yang berhasil menorehkan tinta emas dengan meraih Juara 1 Lomba Menulis dan Membaca Puisi Nasional yang diselenggarakan oleh FORHATI Nasional 2025.

Dalam ajang bertajuk   “Lestari Berbudaya, Bangga Berbahasa: Kiprah Forhati untuk Indonesia”, yang digelar sejak 15 Juli hingga 15 Agustus 2025, ratusan peserta dari berbagai daerah di Indonesia saling beradu kata dan makna. Tema yang diusung pun bebas mulai dari kemerdekaan, perempuan hingga kebangsaan.

Namun, di antara banyak suara yang bersenandung, karya Mas’udah yang berjudul “Rinduku Padamu, Pahlawan” tampil paling bersinar. Puisi itu tak hanya memikat dewan juri lewat keindahan bahasanya tapi juga menampar kesadaran dengan kritik sosial yang tajam dan refleksi batin yang dalam.

Malam penganugerahan yang digelar di Hotel Tavia, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Minggu (5/10/2025) menjadi saksi betapa sastra masih memiliki kekuatan untuk mengguncang ruang batin bangsa.

Di panggung itu, Mas’udah berdiri dengan tenang, membacakan puisinya dengan suara yang tegas, jernih dan sarat penghayatan. Setiap bait yang ia lantunkan seolah hidup, memantul di dinding-dinding hati hadirin yang tertegun.

Tepuk tangan panjang mengiringinya bukan hanya karena keindahan diksi tetapi karena keberanian pesan yang ia sampaikan.

Turut hadir dalam malam penghormatan itu dua sosok penting dunia sastra dan kebudayaan: Taufiq Ismail, sang sastrawan legendaris dan Dr. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc., Menteri Kebudayaan Republik Indonesia. Keduanya memberikan apresiasi atas karya Mas’udah yang dinilai “menyuarakan kegelisahan bangsa dengan bahasa yang memuliakan nurani.”

Puisi “Rinduku Padamu, Pahlawan” adalah semacam surat panjang dari rakyat kepada sejarah, dari nurani yang terluka kepada cita-cita bangsa yang mulai pudar. Ia menulis bukan sekadar rindu kepada pahlawan, melainkan rindu kepada keadilan, kepada negara yang seharusnya menjadi rumah bagi semua bukan panggung bagi segelintir penguasa.

Berikut karya Mas’udah yang berhasil memukau dewan juri dan publik sastra tingkat nasional:

RINDUKU PADAMU, PAHLAWAN

Karya: Mas’udah (FORHATI Daerah Sumenep, Madura, Jawa Timur)

Rinduku padamu, wahai Pahlawan

Bukanlah rindu seorang kekasih pada pujaannya

Tapi rindu negeri yang gelap pada bintang-gemintang

 

Bukanlah rindu seorang murid pada gurunya

Tapi rindu negeri jahiliah pada cahaya purnama

Bukanlah rindu seorang anak pada orang tuanya

Tapi rindu negeri yang kaya pada kesejahteraan rakyatnya

Bukanlah rindu hamba pada Tuhannya

Tapi rindu negeri pada penegakan hukum yang adil

 

Rinduku padamu, wahai Pahlawan

Adalah kegelisahan negeri yang hancur karena hukum dilebur ambisi

Para penguasa berpesta saat rakyat menderita

Negeri kita yang kaya memberikan sengsara pada rakyatnya

Sejarah terluka, bergemuruh mengabarkan nestapa

 

Rinduku padamu, wahai Pahlawan

Adalah doa-doa yang kukirimkan padamu

Mengabarkan pada Tuhan

Bahwa negeriku yang kaubangun dengan darah dan tulang-belulang

Kini telah bertiwikrama menjadi penghisap bagi rakyatnya

Sumber daya alam kita yang melimpah

Tidak mampu menggerakkan pemerintahan

Ia berputar karena pajak dari peluh rakyatnya

 

Rinduku padamu, wahai Pahlawan

Adalah kemuakan yang mengalir dalam darah

Menyaksikan para penguasa korup

Yang setiap hari berkisah tentang keberhasilan

Sementara kami, membaca:

kisah mereka adalah fiktif dan tidak presisi

Kami mencoba mengkritisi,

tapi kami diusir dari negeri kami sendiri

 

Rinduku padamu, wahai Pahlawan

Adalah hasrat untuk menulis surat

Bercerita tentang kebejatan para penguasa

Kepedihan yang berkeping, sebab hukum berserakan

Kami terkapar di pematang sejarah

Menyaksikan para pejabat berakrobat

Menjadi pesulap

 

Rinduku padamu, wahai Pahlawan

Adalah luka nestapa

Karena kami tidak punya siapa-siapa

Menjadi yatim-piatu di negeri sendiri

Sementara rasa sakit tak menemukan muara

 

Wahai para Pahlawan

Di penghujung kisah

Kami kirimkan surat pada Tuhan

Tentang negeri yang rapuh

Di mana kebejatan dan kebenaran

Berbaur atas nama bangsa

Kezaliman dan keadilan bersatu

Dalam bingkai hukum

 

Di sini kami pasrah pada-Mu, Tuhan

Negeri kami yang kaya dan indah ini

Semestinya menjadi surga

Namun faktanya, kami bagai di neraka

 

Tuhan,

Kami tidak membutuhkan surga-Mu

Karena kami ingin menciptakan surga

Di negeri kami sendiri

Restu-Mu, Tuhan, kami harapkan.

 

Guluk-Guluk, 13 Agustus 2025.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *