JAKARTA | KLIKTIMES.ID – Dunia sastra Madura kembali bergema di panggung nasional. Adalah Mas’udah, Koordinator Presidium Forum Alumni HMI-Wati (FORHATI) Daerah Sumenep, yang berhasil menorehkan tinta emas dengan meraih Juara 1 Lomba Menulis dan Membaca Puisi Nasional yang diselenggarakan oleh FORHATI Nasional 2025.
Dalam ajang bertajuk “Lestari Berbudaya, Bangga Berbahasa: Kiprah Forhati untuk Indonesia”, yang digelar sejak 15 Juli hingga 15 Agustus 2025, ratusan peserta dari berbagai daerah di Indonesia saling beradu kata dan makna. Tema yang diusung pun bebas mulai dari kemerdekaan, perempuan hingga kebangsaan.
Namun, di antara banyak suara yang bersenandung, karya Mas’udah yang berjudul “Rinduku Padamu, Pahlawan” tampil paling bersinar. Puisi itu tak hanya memikat dewan juri lewat keindahan bahasanya tapi juga menampar kesadaran dengan kritik sosial yang tajam dan refleksi batin yang dalam.
Malam penganugerahan yang digelar di Hotel Tavia, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Minggu (5/10/2025) menjadi saksi betapa sastra masih memiliki kekuatan untuk mengguncang ruang batin bangsa.
Di panggung itu, Mas’udah berdiri dengan tenang, membacakan puisinya dengan suara yang tegas, jernih dan sarat penghayatan. Setiap bait yang ia lantunkan seolah hidup, memantul di dinding-dinding hati hadirin yang tertegun.
Tepuk tangan panjang mengiringinya bukan hanya karena keindahan diksi tetapi karena keberanian pesan yang ia sampaikan.
Turut hadir dalam malam penghormatan itu dua sosok penting dunia sastra dan kebudayaan: Taufiq Ismail, sang sastrawan legendaris dan Dr. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc., Menteri Kebudayaan Republik Indonesia. Keduanya memberikan apresiasi atas karya Mas’udah yang dinilai “menyuarakan kegelisahan bangsa dengan bahasa yang memuliakan nurani.”
Puisi “Rinduku Padamu, Pahlawan” adalah semacam surat panjang dari rakyat kepada sejarah, dari nurani yang terluka kepada cita-cita bangsa yang mulai pudar. Ia menulis bukan sekadar rindu kepada pahlawan, melainkan rindu kepada keadilan, kepada negara yang seharusnya menjadi rumah bagi semua bukan panggung bagi segelintir penguasa.
Berikut karya Mas’udah yang berhasil memukau dewan juri dan publik sastra tingkat nasional:
RINDUKU PADAMU, PAHLAWAN
Karya: Mas’udah (FORHATI Daerah Sumenep, Madura, Jawa Timur)
Rinduku padamu, wahai Pahlawan
Bukanlah rindu seorang kekasih pada pujaannya
Tapi rindu negeri yang gelap pada bintang-gemintang
Bukanlah rindu seorang murid pada gurunya
Tapi rindu negeri jahiliah pada cahaya purnama
Bukanlah rindu seorang anak pada orang tuanya
Tapi rindu negeri yang kaya pada kesejahteraan rakyatnya
Bukanlah rindu hamba pada Tuhannya
Tapi rindu negeri pada penegakan hukum yang adil
Rinduku padamu, wahai Pahlawan
Adalah kegelisahan negeri yang hancur karena hukum dilebur ambisi
Para penguasa berpesta saat rakyat menderita
Negeri kita yang kaya memberikan sengsara pada rakyatnya
Sejarah terluka, bergemuruh mengabarkan nestapa
Rinduku padamu, wahai Pahlawan
Adalah doa-doa yang kukirimkan padamu
Mengabarkan pada Tuhan
Bahwa negeriku yang kaubangun dengan darah dan tulang-belulang
Kini telah bertiwikrama menjadi penghisap bagi rakyatnya
Sumber daya alam kita yang melimpah
Tidak mampu menggerakkan pemerintahan
Ia berputar karena pajak dari peluh rakyatnya
Rinduku padamu, wahai Pahlawan
Adalah kemuakan yang mengalir dalam darah
Menyaksikan para penguasa korup
Yang setiap hari berkisah tentang keberhasilan
Sementara kami, membaca:
kisah mereka adalah fiktif dan tidak presisi
Kami mencoba mengkritisi,
tapi kami diusir dari negeri kami sendiri
Rinduku padamu, wahai Pahlawan
Adalah hasrat untuk menulis surat
Bercerita tentang kebejatan para penguasa
Kepedihan yang berkeping, sebab hukum berserakan
Kami terkapar di pematang sejarah
Menyaksikan para pejabat berakrobat
Menjadi pesulap
Rinduku padamu, wahai Pahlawan
Adalah luka nestapa
Karena kami tidak punya siapa-siapa
Menjadi yatim-piatu di negeri sendiri
Sementara rasa sakit tak menemukan muara
Wahai para Pahlawan
Di penghujung kisah
Kami kirimkan surat pada Tuhan
Tentang negeri yang rapuh
Di mana kebejatan dan kebenaran
Berbaur atas nama bangsa
Kezaliman dan keadilan bersatu
Dalam bingkai hukum
Di sini kami pasrah pada-Mu, Tuhan
Negeri kami yang kaya dan indah ini
Semestinya menjadi surga
Namun faktanya, kami bagai di neraka
Tuhan,
Kami tidak membutuhkan surga-Mu
Karena kami ingin menciptakan surga
Di negeri kami sendiri
Restu-Mu, Tuhan, kami harapkan.
Guluk-Guluk, 13 Agustus 2025.