SUMENEP – Upaya warga memperjuangkan keadilan di pulau kecil Gili Iyang kembali dihadapkan pada intimidasi. Rabu (23/7/2025) dini hari, rumah milik Hosriyani, pelapor kasus perusakan pagar, dilempari batu oleh orang tak dikenal (OTK). Peristiwa itu terjadi di Dusun Lembanah, Desa Bancamara, Kecamatan Dungkek.
Tak tinggal diam, pada sore harinya, Hosriyani melaporkan aksi teror tersebut ke Polres Sumenep. Laporan diterima secara resmi dengan nomor: LP/B/353/VII/2025/SPKT/POLRES SUMENEP/POLDA JAWA TIMUR pukul 16.00 WIB, dengan didampingi kuasa hukumnya, Sulaisi Abdurrazaq.
Insiden yang terjadi dalam dua gelombang sekitar pukul 00.30 dan 00.50 WIB tidak menimbulkan korban jiwa. Namun, serangan itu mempertebal kekhawatiran yang menyelimuti keluarga Hosriyani sejak ia bersuara di tengah proses hukum yang menyangkut orang-orang berpengaruh di lingkungannya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ini bukan hanya teror terhadap rumah tapi terhadap nyali seorang warga yang sedang menuntut keadilan. Ini serangan psikologis,” ujar Sulaisi kepada Klik Times.
Diketahui Hosriyani merupakan pelapor utama dalam kasus perusakan pagar yang sempat mandek di Polsek Dungkek selama tujuh bulan. Namun pada (17/7/2025) lalu, Polres Sumenep mengambil alih dan menetapkan empat tersangka.
Beberapa hari setelahnya, intimidasi mulai muncul. Pelemparan batu pada rumah Hosriyani dinilai sebagai bentuk tekanan terhadap warga yang berani bersuara. Ada pola ancaman yang seolah ingin menanamkan pesan: siapa pun yang melawan akan diserang.
“Ini pola klasik. Pelapor ditekan agar bungkam. Kalau dibiarkan, ini bisa menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di wilayah kepulauan,” kata Sulaisi.
Dalam pernyataannya, Hosriyani mengaitkan teror itu dengan kekuatan gelap yang disebut-sebut sudah lama bercokol di Gili Iyang. Ia menduga pelaku teror merupakan bagian dari jaringan mafia yang memiliki pengaruh besar di wilayah tersebut.
“Saya mencurigai keterlibatan mafia sabu-sabu dan mafia solar ilegal. Mereka ini selama ini menguasai ruang sosial, ekonomi bahkan rasa takut warga. Mereka juga loyalis para tersangka yang kini ditahan,” ujar Hosriyani.
Dugaan itu menguat setelah ditemukan dua batu yang dilemparkan ke rumahnya, diduga berasal dari sekitar rumah salah satu tersangka. Bagi Hosriyani, ini bukan sekadar bentuk gangguan tetapi peringatan agar ia menarik langkahnya dari kasus hukum yang tengah bergulir.
Melalui kuasa hukumnya, Hosriyani mendesak pihak kepolisian tidak hanya mengusut pelaku lapangan tetapi juga mengungkap aktor intelektual di balik aksi teror ini. Ia juga meminta perlindungan hukum dari Polres Sumenep, tidak hanya untuk dirinya tetapi juga seluruh anggota keluarganya.
“Kalau aparat tidak bisa melindungi warga yang bersuara, maka kita sedang melegitimasi ketakutan sebagai hukum baru di Gili Iyang,” tegas Sulaisi.
Ketua DPW Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) Jawa Timur itu menilai kasus ini harus menjadi perhatian serius bukan sekadar catatan tambahan di laporan kriminal biasa.
“Kami minta Polres Sumenep bertindak berani. Kalau polisi takut pada mafia, lalu siapa lagi yang berani membekuk mereka?” tandasnya.