BANGKALAN – Dugaan penganiayaan terhadap mahasiswa baru Universitas Trunojoyo Madura (UTM) yang diduga melibatkan sejumlah senior termasuk Presiden Mahasiswa (Presma) memicu kecaman keras dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Pertanian UTM.
Atas dasar itu, HMI mendesak rektorat segera turun tangan mengambil langkah tegas dan transparan demi menuntaskan kasus yang dinilai mencoreng dunia pendidikan tinggi tersebut.
Peristiwa ini bermula ketika mahasiswa baru berinisial MMA, asal Desa Sera Timur, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, melapor ke Polres Bangkalan pada Rabu (7/8/2025) dini hari.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam laporannya, dengan nomor STTLP/B/168/VIII/2025/SPKT/POLRES BANGKALAN/POLDA JAWA TIMUR, MMA mengaku menjadi korban dugaan kekerasan fisik.
Ia menceritakan, dirinya dibawa paksa ke sebuah rumah kos di kawasan Perumahan Graha Trunojoyo, Telang, Kamal, Bangkalan, yang berada di belakang Kantor Bank BTN Kamal. Di sana, ia mengaku diintimidasi dan dipukul di bagian belakang kepala hingga mengalami luka bocor, memar di bahu dan lebam di mata kanan.
Lebih lanjut, aksi itu disebut terjadi setelah dirinya dipaksa menandatangani surat pernyataan terkait keterlibatannya dalam aksi protes saat kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) pada Selasa (5/8/2025).
Tak hanya itu, MMA juga mengaku mendapat ancaman verbal dari pelaku berinisial MF, yang diketahui menjabat sebagai Presma UTM. “Kamu tidak akan aman selama kuliah di UTM,” ujar MF seperti ditirukan korban.
Menanggapi laporan tersebut, Kasat Reskrim Polres Bangkalan, AKP Hafid Dian Maulidi, membenarkan adanya aduan
“Masih kami lakukan penyelidikan,” ujarnya singkat sebagaimana dikutip dari Kompas.com.
Sementara itu, Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan dan Kepemudaan HMI Komisariat Pertanian UTM menyatakan kekecewaan mendalam atas dugaan keterlibatan mahasiswa senior terlebih dari pimpinan organisasi mahasiswa dalam aksi kekerasan.
Menurut mereka, kekerasan di lingkungan kampus apalagi dilakukan oleh figur yang seharusnya menjadi teladan adalah hal yang tak bisa ditoleransi.
“Kami mengecam keras segala bentuk kekerasan di lingkungan kampus apalagi jika dilakukan oleh mereka yang seharusnya menjadi teladan. Dunia kampus bukan tempat adu kekuasaan apalagi dibungkus dalih pembinaan,” tegas Sayudi, perwakilan HMI Pertanian UTM, Sabtu (10/8/2025).
Selain itu, HMI mengingatkan bahwa penyampaian kritik adalah bagian dari kebebasan akademik, namun harus dilakukan dengan santun, terukur dan melalui jalur yang tepat agar tak memicu gesekan horizontal antar mahasiswa.
Oleh karena itu, HMI mendesak Rektor UTM beserta jajaran pimpinan kampus segera bertindak adil dan terbuka. Mereka menilai pembiaran kasus ini hanya akan merusak citra universitas dan menimbulkan rasa takut di kalangan mahasiswa baru.
Sayudi menegaskan, kampus harus hadir sebagai ruang aman dan inklusif bagi semua. “Jika kasus ini dibiarkan, yang rugi bukan hanya korban tapi juga nama baik universitas,” ujarnya.
Tak berhenti di situ, HMI juga mendorong adanya investigasi internal terhadap organisasi kemahasiswaan yang terlibat dengan sanksi tegas jika terbukti melanggar etika atau hukum.
Pada akhirnya, menurut HMI, insiden ini harus menjadi momentum evaluasi pola pembinaan dan kepemimpinan organisasi mahasiswa, sekaligus memperkuat komitmen bersama menciptakan lingkungan akademik yang bebas dari kekerasan.