Festival Desa Wisata Sumenep Dikritik, Dinilai Seremonial dan Tak Sentuh Masalah Utama Pariwisata
- account_circle Redaksi
- calendar_month Sab, 21 Jun 2025
- visibility 38

Penampilan desa wisata dalam Festival Desa Wisata 2025 di Sumenep (Foto:Rol).
SUMENEP – Festival Desa Wisata yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep kembali menuai kritik tajam. Meskipun diklaim sebagai ajang untuk mempromosikan potensi desa wisata di Madura, pelaksanaan festival ini dinilai jauh dari persoalan utama sektor pariwisata daerah, terutama pada destinasi yang justru dikelola langsung oleh Pemkab.
Acara tahunan ini melibatkan desa wisata dari tiga kabupaten di Madura, yakni Sumenep, Pamekasan dan Sampang. Namun, esensi pelaksanaannya dipertanyakan publik lantaran festival dinilai lebih mengedepankan kemeriahan seremonial ketimbang perbaikan nyata terhadap infrastruktur dan layanan wisata.
Di Sumenep, misalnya, Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) mencatat peningkatan jumlah wisatawan dari 1,3 juta pada 2023 menjadi 1,7 juta pada 2024. Namun sejumlah pihak meragukan kontribusi langsung Festival Desa Wisata terhadap lonjakan tersebut.
“Jumlah kunjungan itu bukan serta-merta karena festival. Ada banyak faktor lain yang lebih dominan, seperti promosi digital di media sosial, perbaikan akses transportasi, dan momen liburan nasional,” ungkap seorang pemerhati pariwisata lokal yang enggan disebutkan namanya.
Kekecewaan publik semakin mencuat saat penutupan festival yang dirangkaikan dengan Festival Culinary 2025. Meski menyajikan aneka kuliner khas dengan penyajian mewah, akses terhadap hidangan tersebut hanya terbatas bagi tamu undangan dari kalangan ASN dan pejabat daerah.
“Kalau begini caranya, ini bukan promosi desa wisata, tapi ajang hura-hura ASN,” keluh salah satu warga yang meminta namanya dirahasiakan
Kritik pun mengarah pada efektivitas penggunaan anggaran promosi wisata. Banyak pihak menilai, alih-alih digunakan untuk peningkatan fasilitas destinasi atau penguatan kapasitas pengelola lokal, dana justru dihabiskan untuk kegiatan seremonial dengan dampak jangka panjang yang minim.
Festival Desa Wisata telah menjadi agenda rutin tahunan Pemkab Sumenep. Namun, ironisnya, potensi-potensi desa yang dipamerkan dalam festival justru tidak tercermin dalam kondisi destinasi wisata aktual di lapangan. Hal ini menimbulkan kebingungan publik terhadap arah pembangunan dan promosi pariwisata yang dijalankan pemerintah.
“Bagaimana promosi bisa efektif kalau apa yang dipertontonkan di festival tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan?” ujar seorang pelaku wisata lokal.
Hingga berita ini diturunkan, Pemkab Sumenep belum memberikan keterangan resmi atas kritik yang berkembang.
Masyarakat berharap ke depan promosi wisata dilakukan dengan pendekatan yang lebih substansial: memperbaiki fasilitas, memberdayakan SDM pengelola lokal, serta menampilkan realitas yang sesuai dengan kondisi lapangan bukan sekadar festival tahunan tanpa arah dan evaluasi.
- Penulis: Redaksi