SUMENEP | KLIKTIMES.ID – Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Sumenep (BEMSU) menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, Madura, Jawa Timur, Kamis (23/10/2025).
Aksi tersebut digelar sebagai bentuk penolakan keras terhadap aktivitas eksplorasi dan eksploitasi minyak serta gas bumi (migas) di wilayah kepulauan Sumenep. Para mahasiswa menilai, kegiatan itu telah merusak lingkungan laut dan mengancam kehidupan masyarakat nelayan.
Dalam aksinya, massa datang sambil membawa berbagai spanduk dan poster bertuliskan “Kepulauan Bukan Ladang Eksploitasi” dan “Hentikan Seismik, Selamatkan Kangean!” yang dikibarkan di depan Kantor Bupati Sumenep.
Koordinator BEMSU, Salman Farid, dalam orasinya menuding pemerintah lebih berpihak kepada korporasi migas dibanding rakyat kecil.
“Laut kami bukan untuk diperjualbelikan! Pemerintah seharusnya melindungi masyarakat pesisir, bukan menggadaikan laut kepada perusahaan,” tegas Salman.
Menurut Salman, aktivitas survei seismik dan pengeboran laut dalam yang dilakukan perusahaan migas telah menyebabkan kerusakan ekosistem laut, pencemaran air, hingga menurunnya hasil tangkapan nelayan.
Ia menyebut proyek-proyek migas di kawasan seperti Kangean, Sapeken, Raas hingga Sepudi hanya menguntungkan segelintir elit dan korporasi besar.
“Nelayan kehilangan sumber penghasilan, sementara korporasi terus menambang keuntungan. Proyek ini tidak membawa kesejahteraan bagi rakyat kepulauan,” ujarnya.
Tak hanya menyoroti dampak ekologis, BEMSU juga menilai pemerintah gagal dalam hal transparansi pengelolaan sektor migas.
Mereka menuntut agar data terkait Participating Interest (PI), Dana Bagi Hasil (DBH), serta Corporate Social Responsibility (CSR) dibuka secara publik dan disalurkan tepat sasaran kepada masyarakat kepulauan.
Sebagai bentuk sikap resmi, mahasiswa membacakan enam tuntutan utama yang tertuang dalam Pakta Integritas, yaitu:
1. Moratorium seluruh proyek migas di wilayah kepulauan Sumenep.
2. Audit publik terhadap pengelolaan PI, DBH, dan CSR migas.
3. Tanggung jawab PT KEI atas dugaan kerusakan lingkungan serta keterbukaan hasil AMDAL.
4. Penolakan survei seismik tanpa pelibatan masyarakat lokal.
5. Pengembangan ekonomi alternatif berbasis perikanan dan pariwisata ekologis.
6. Penegasan nilai Pancasila bahwa eksploitasi alam tanpa keadilan sosial adalah bentuk pengkhianatan terhadap rakyat.
Lebih lanjut, Salman menegaskan bahwa sikap mahasiswa memiliki dasar hukum yang jelas. Ia menyebut, penolakan tersebut berlandaskan pada UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, serta Perda Jawa Timur No. 1 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) yang menetapkan pesisir Sumenep sebagai zona konservasi dan perikanan berkelanjutan.
Aksi yang berlangsung selama sekitar dua jam itu berjalan damai dan tertib. Meski sempat diwarnai orasi keras, mahasiswa tetap menjaga ketertiban hingga akhir kegiatan.
Massa kemudian menutup aksi dengan doa bersama dan pembacaan Pakta Integritas oleh perwakilan BEM se-Sumenep sebelum membubarkan diri.
“Laut adalah nafas kami. Jika laut rusak, maka hilanglah kehidupan masyarakat kepulauan,” ucap Salman.
Ia menegaskan, perjuangan mahasiswa bukan untuk menolak pembangunan tetapi menuntut keadilan ekologis serta keberpihakan pemerintah terhadap rakyat pesisir.
“Ini bukan soal proyek, ini soal kehidupan,” pungkasnya.












