OpiniDaerahNasional

Gedung yang Tak Tampak: Menapak Jejak PKBM Al-Masthuriyah dari Data ke Fakta

10
×

Gedung yang Tak Tampak: Menapak Jejak PKBM Al-Masthuriyah dari Data ke Fakta

Sebarkan artikel ini
Sebuah bangunan Sekolah yang di klaim PKBM Al-Masthuriyah (Foto:Bertha).

OPINI, Klik Times – Ada satu pertanyaan sederhana yang hingga kini terus menggelayuti pikiran saya: mungkinkah sebuah lembaga pendidikan berdiri tanpa bangunan?

Pertanyaan ini tidak datang dari ruang seminar bukan pula hasil riset akademik yang panjang. Ia lahir dari bisikan warga biasa yang tinggal jauh dari pusat pemerintahan tapi tidak jauh dari rasa ingin tahu.

Warga Dusun Basoka Tengah, Desa Basoka, Kecamatan Rubaru, Kabupaten Sumenep, yang merasa perlu mengajukan satu tanya mendasar: di mana sebenarnya gedung PKBM itu?

Secara administratif, PKBM Al-Masthuriyah terdaftar rapi dalam sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Tak tanggung-tanggung, lembaga ini tercatat memiliki 12 ruang kelas dan 7 toilet, angka yang bila benar tentu bisa membuat iri lembaga pendidikan sejenis di pedesaan lainnya.

Namun, suara-suara dari lapangan menyampaikan hal berbeda. Menurut warga, bangunan fisik tempat berlangsungnya kegiatan belajar tidak pernah mereka lihat. Lokasi yang disebut-sebut sebagai tempat belajar justru adalah rumah warga biasa, tanpa papan nama tanpa fasilitas dasar bahkan tanpa toilet.

“Katanya lembaga pendidikan alternatif masyarakat, tapi bangunan yang digunakan khusus untuk kegiatan belajar nggak ada,” kata salah seorang warga, Senin (23/6/2025).

Pernyataan ini mengejutkan. Bukan karena nadanya kritis tetapi karena ia datang dari mulut yang seharusnya menjadi penerima manfaat pendidikan namun justru menjadi saksi dari ketidakhadirannya.

Demi mendapatkan penjelasan, saya menghubungi pihak pengelola PKBM Al-Masthuriyah, berinisial MR. Namun, alih-alih menjawab dengan penjelasan yang menenangkan, yang muncul justru pernyataan defensif yang tidak relevan:

“Iye mun nak kanak mare tak mareh urusen reah, engkok terro tettieh Media keyah pas ma nyaman noles tot nyarotot makeah tak lulus UKW.”

Sebuah kalimat yang lebih mengundang tanya ketimbang jawaban. Bukannya menjelaskan substansi keberadaan gedung, ia justru mengalihkan arah diskusi ke ranah pribadi.

Ketika saya ajukan kembali pertanyaan yang lebih menukik soal ruang belajar, jawaban yang muncul hanya:

“Benar-benar, karena itu acuannya rombel.”

Rombel atau rombongan belajar adalah struktur administratif. Namun, rombel tak bisa berdiri di atas udara. Ia memerlukan dinding, kursi, papan tulis dan yang lebih penting kehadiran fisik yang bisa dirasakan bukan sekadar ditulis di lembar laporan.

Tidak puas dengan jawaban tersebut, saya mendatangi Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep dan bertemu langsung dengan Ibu Lisa Bertha Soetedjo, Kepala Bidang Pembinaan PAUD dan Pendidikan Nonformal (PNF). Ia menunjukkan foto-foto bangunan yang diklaim sebagai ruang belajar PKBM Al-Masthuriyah.

Foto-foto itu memang memperlihatkan bangunan. Namun tak ada keterangan lokasi, waktu pengambilan atau bukti validasi lainnya. Tanpa penanda tempat dan waktu, foto hanya menjadi potongan visual yang belum tentu representatif. Apakah itu benar di Dusun Basoka Tengah? Apakah itu bukan bangunan pinjaman dari lokasi lain?

Sebagai lembaga pendidikan non-formal yang dibiayai negara, PKBM memikul tanggung jawab moral dan administratif. Dana yang digunakan bukan berasal dari kantong pribadi melainkan dari APBN dan APBD uang rakyat. Maka, kejelasan data dan keterbukaan informasi bukan sekadar kewajiban teknis tapi bagian dari integritas kelembagaan.

Jika benar bahwa gedung dan toilet hanya fiktif dalam laporan, maka kita tidak hanya menghadapi ketidaktertiban administratif. Kita menghadapi indikasi manipulasi. Dan manipulasi data dalam dunia pendidikan adalah pengkhianatan terhadap masa depan.

Untuk itulah, saya mengusulkan: mari kita bersama-sama ke lapangan. Dinas Pendidikan, media dan perwakilan masyarakat bisa melihat langsung lokasi PKBM yang dimaksud. Ini bukan agenda untuk menjatuhkan melainkan usaha kolektif untuk memperjelas dan menguatkan kepercayaan publik.

Karena polemik ini tidak akan selesai hanya dengan dokumen dan pernyataan. Kita butuh pembuktian nyata. Kita butuh kehadiran fisik bukan fiksi administratif.

Kasus PKBM Al-Masthuriyah ini bisa jadi hanya satu dari sekian banyak. Tapi satu kasus saja cukup untuk menjadi alarm. Jika benar ada manipulasi data, berapa banyak dana pendidikan yang menguap tanpa hasil? Berapa banyak anak yang kehilangan haknya belajar karena sistem tak benar-benar hadir?

Jika toilet yang tercatat tujuh ternyata tak ada satu pun, maka yang hilang bukan hanya sanitasi tapi juga kejujuran. Jika gedung yang disebut megah ternyata nihil, maka yang rapuh bukan hanya tembok tapi juga kredibilitas lembaga.

Saya percaya, pendidikan yang baik dimulai dari kejujuran. Kejujuran dalam data. Kejujuran dalam laporan dan kejujuran dalam komitmen.

Karena dalam dunia pendidikan, kebenaran tidak hanya ditulis di atas kertas tapi harus hadir dan berdiri nyata di tengah masyarakat.

Maka, untuk yang kesekian kalinya saya ajukan pertanyaan ini:

Beranikah Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep turun langsung ke Basoka

untuk melihat, mencatat dan membuktikan bahwa pendidikan itu memang nyata bukan sekadar angka di laporan yang menggoda?

***

**) Opini Ditulis oleh M. Faizi, Pegiat Media.

**) Tulisan Opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan tidak termasuk tanggung jawab media klik Times.id

**) Rubrik terbuka untuk umum. Panjang tulisan maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata.

**) Artikel Dikirim ke email resmi redaksikliktimes@gmail.com.

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirimkan apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi Klik Times.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *