SUMENEP – Peredaran rokok ilegal di wilayah Madura makin mengkhawatirkan. Tak hanya di warung-warung kecil, tapi hingga ke gudang besar, rokok tanpa pita cukai kini beredar bebas bak hantu di siang bolong. Ancaman terhadap penerimaan negara pun semakin nyata dan tak terbendung.
Data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mencatat kerugian negara akibat peredaran rokok ilegal telah menembus angka triliunan rupiah. Kerugian ini tak hanya menghantam keuangan negara tapi juga mengguncang industri rokok legal yang taat terhadap regulasi.
Sebagai langkah darurat, Bea Cukai berencana membentuk Satgas Khusus Anti-Rokok Ilegal yang akan melibatkan berbagai instansi penegak hukum. Satgas ini ditargetkan menyisir seluruh titik rawan, dari lini produksi gelap hingga jalur distribusi tersembunyi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Target utama satgas adalah membongkar jaringan besar peredaran rokok ilegal yang selama ini sulit disentuh secara hukum,” ujar Dirjen Bea Cukai, Djaka Budi Utama, dikutip dari kumparan.com.
Namun, di tengah gencarnya rencana tersebut, Aktivis ALARM (Aliansi Pemuda Reformasi Melawan) justru mengungkap fakta mencengangkan di Kabupaten Sumenep.
Andriyadi, salah satu aktivis ALARM membongkar dugaan adanya kecurangan serius dari produsen rokok ilegal khususnya merek MBS, Papa Muda dan Bani yang hingga kini bebas berkeliaran di pasaran.
Menurutnya, modus kecurangan dilakukan secara terang-terangan dengan menggandakan isi batang rokok dari 10 menjadi 20 batang tanpa penyesuaian pita cukai.
“Ini bukan sekadar mengelabui Bea Cukai Madura, tapi sudah menipu negara dan Kementerian Keuangan secara langsung,” tegasnya kepada Klik Times, Rabu (2/7/2025).
Lebih lanjut, Andriyadi menyebut praktik ini berpotensi menjadi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) karena dilakukan secara sistematis dan berulang serta menimbulkan kerugian negara dalam jumlah besar.
“Peminat rokok MBS dan Bani ini sudah menjamur bukan hanya di Sumenep tapi juga sampai ke Pulau Jawa. Jadi kalau masih ilegal dan tidak bayar pajak, itu namanya merampok negara secara terang-terangan,” ungkapnya geram.
Ironisnya, merek-merek tersebut justru terkesan mendapat ‘karpet merah’. Meski dicurigai ilegal, mereka seolah dibiarkan beredar luas, seakan tetap mendapat toleransi karena dianggap tetap menyumbang pemasukan.
“Kalau praktik ‘salsih’ (tempel cukai salah peruntukan) ini dibiarkan, negara akan terus mengalami kebocoran pendapatan. Ini bukan sekadar teknis administrasi tapi menyangkut integritas lembaga penegak hukum!” tandas Andriyadi.
Pihak ALARM menyatakan telah menyiapkan dokumen dan bukti temuan untuk dilaporkan ke Kementerian Keuangan melalui jalur resmi. Mereka juga siap membawa kasus ini langsung ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bahkan jika perlu ke Istana Presiden.
“Ini bukan hanya tentang rokok, ini soal kepercayaan publik dan keadilan fiskal. Kami akan kawal kasus ini sampai ke akar-akarnya,” pungkas Andriyadi.