Breaking News
light_mode
Trending Tags
Beranda » Opini » Ketika Bea Cukai Jadi Canmacanan Katthu’: Menakutkan Dalam Citra, Mandul Dalam Fakta

Ketika Bea Cukai Jadi Canmacanan Katthu’: Menakutkan Dalam Citra, Mandul Dalam Fakta

  • account_circle Redaksi
  • calendar_month Sen, 23 Jun 2025
  • visibility 78

OPINI, Klik Times – Di tengah polemik maraknya peredaran rokok ilegal dan Jual Beli pita cukai di Madura, muncul istilah lokal yang sarat sindiran: canmacanan katthu’. 

Dalam bahasa Madura, itu berarti macan buatan dari kayu. Ia terlihat buas, namun sejatinya tidak pernah menggigit siapa pun. Itulah metafora yang kini disematkan pada Bea Cukai Madura.

Istilah ini tak akan muncul tanpa sebab. Warga, khususnya di Madura Timur mulai mempertanyakan ketegasan aparat Bea Cukai. Mereka menilai institusi ini seperti hanya menjalankan formalitas: menyita, konferensi pers, lalu senyap kembali. Tidak ada efek jera. Tidak ada taring yang menancap.

Seorang warga di Sumenep bahkan berujar, “Bea Cukai ini kalau dikasih makan, menelan. Tapi tidak pernah menggigit.” Ucapannya menyiratkan bahwa lembaga tersebut mungkin hanya ‘aktif’ jika mendapat ‘asupan’ bukan karena menjalankan fungsinya secara mandiri.

Sebuah tuduhan yang menyakitkan, namun menjadi refleksi publik saat kepercayaan kian menipis.

Fenomena rokok ilegal dan jual beli pita cukai sudah bukan lagi menjadi rahasia umum. Dari ujung barat Bangkalan sampai timur Sumenep, merek-merek tanpa pita cukai beredar bebas. Bahkan, banyak warung dan toko tak sungkan memajangnya. Ironisnya, keberanian pelaku seakan mencerminkan ketidakhadiran pengawasan nyata dari Bea Cukai.

Padahal, dalam teori penegakan hukum, kehadiran otoritas mesti berbanding lurus dengan pengaruh psikologis. Ketika lembaga seperti Bea Cukai tidak lagi menakutkan bagi pelaku pelanggaran, maka kredibilitasnya mulai runtuh. Keberadaan mereka hanya sebatas simbol tanpa fungsi preventif dan represif yang nyata.

Yang lebih memprihatinkan, kinerja Bea Cukai sering kali justru menyasar pedagang kecil. Di media sosial, beredar video penindakan terhadap penjual yang menyimpan beberapa bungkus rokok ilegal. Namun, di sisi lain, produsen rokok tanpa cukai yang bisa berproduksi hingga ribuan batang per-hari tetap beroperasi bahkan jual beli pita cukai juga marak hingga dihalaman rumahnya berjejeran mobil mewah.

Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah Bea Cukai hanya berani menggigit rakyat kecil? Jika benar demikian, maka satir canmacanan katthu’ sungguh sangat tepat. Lembaga ini nampak besar, penuh simbol otoritas tapi keberaniannya hanya pada sasaran yang lemah.

Apalagi, banyak kalangan menduga praktik rokok ilegal di Madura tak lepas dari jejaring kekuasaan dan ekonomi. Beberapa oknum pengusaha diketahui memiliki relasi dengan aparat atau pejabat setempat. Jika benar, maka jangan harap Bea Cukai bisa benar-benar independen dan menindak tegas.

Sebagai institusi negara, Bea Cukai seharusnya berdiri di atas semua kepentingan. Mereka bertugas melindungi negara dari kebocoran penerimaan, serta menjaga iklim industri yang sehat dan adil. Ketika mereka abai, maka negara ikut dirugikan bukan hanya secara fiskal tapi juga secara moral.

Kritik terhadap Bea Cukai Madura ini bukan untuk menjatuhkan melainkan untuk membangkitkan. Agar institusi ini tidak menjadi seperti canmacanan katthu’, yang hanya menelan tapi tidak pernah menggigit. Yang menakutkan dalam gambar, tapi memalukan dalam kenyataan.

Harus ada audit menyeluruh terhadap kinerja penindakan ke 106 PR yang mayoritas berasal dari kecamatan Ganding, Lenteng dan Guluk-guluk serta Pasongsongan. Harus ada keberanian untuk menyasar aktor besar, bukan hanya pelaku kecil. Dan harus ada transparansi kepada publik bahwa semua proses penindakan benar-benar bebas dari intervensi dan transaksi bawah meja.

Dalam konteks lokal, peran tokoh masyarakat juga penting. Mereka bisa menjadi penghubung antara pemerintah dan warga. Ketika masyarakat sudah apatis karena merasa penegakan hukum tidak adil, maka perlawanan tak lagi bersuara melainkan dengan sikap membiarkan.

Ironisnya, banyak warga yang justru memberi pembenaran terhadap peredaran rokok ilegal. Mereka berdalih, inilah sumber ekonomi lokal. Ketika negara tak hadir secara adil, maka pelanggaran menjadi jalan keluar. Sebuah pembenaran yang berbahaya, namun tumbuh dari rasa frustrasi.

Untuk itu, Bea Cukai Madura harus melakukan refleksi. Apakah mereka masih menjalankan tugas dengan integritas? Apakah mereka benar-benar menjadi pelindung penerimaan negara dan penjaga keadilan ekonomi atau mereka sudah berubah menjadi lembaga simbolis semata?

Dalam jangka pendek, penting dilakukan dialog terbuka antara Bea Cukai, tokoh masyarakat dan pelaku usaha legal. Dialog ini bukan untuk saling menyalahkan tapi merumuskan solusi konkret agar rokok ilegal bisa ditekan tanpa mematikan ekonomi warga kecil.

Jangan sampai lembaga ini terus menerus dikaitkan dengan satir canmacanan katthu’. Karena jika citra itu terus menempel, maka Bea Cukai tak hanya kehilangan kepercayaan, tapi juga kehilangan fungsi. Dan ketika institusi negara kehilangan fungsi, maka negara kehilangan wajahnya.

Madura bukan wilayah abu-abu. Ini tanah yang jelas batas hukumnya. Jika Bea Cukai tak mampu bertindak tegas, maka publik akan terus menuduh mereka sebagai “macan kayu”. Mengancam dalam rupa tapi tak menyentuh dalam aksi.

Maka kini saatnya Bea Cukai Madura membuktikan bahwa mereka bukan katthu’. Mereka harus menunjukkan taringnya secara adil, transparan dan profesional. Jika tidak, maka sejarah akan mencatat mereka sebagai simbol kebisingan tanpa hasil—macan yang hanya menelan tapi tak pernah menggigit.

***

**) Opini Ditulis oleh Samaudin, yang akrab disapa Udiens Nyalonong, merupakan Manager Memoonline.co.id sekaligus wartawan senior di Kota Keris, Sumenep, Madura, Jawa Timur.

**) Tulisan opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis dan tidak termasuk tanggung jawab media klik Times.id

**) Rubrik terbuka untuk umum. Panjang tulisan maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata.

**) Artikel Dikirim ke email resmi redaksikliktimes@gmail.com.

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirimkan apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi Klik Times.id.

  • Penulis: Redaksi

Rekomendasi Untuk Anda

  • Rokok New Humer: Si Pendatang Haram yang Kini Nyaris Jadi Warga Tetap di Sumenep

    Rokok New Humer: Si Pendatang Haram yang Kini Nyaris Jadi Warga Tetap di Sumenep

    • calendar_month Jum, 20 Jun 2025
    • account_circle M. Faizi
    • visibility 84
    • 0Komentar

    OPINI, KLIKTIMES – Kalau orang menyebut Sumenep sebagai Bumi Sumekar karena keharumannya dalam seni, budaya dan ketenangan hidup pesantren, kini istilah itu seolah mendapat tafsir baru. Harum, betul. Tapi harum karena asap. Asap rokok ilegal. Dan kini, ada satu nama baru yang ikut meramaikan daftar panjang itu: Rokok New Humer. Ya, rokok tanpa pita cukai […]

  • Festival Desa Wisata Sumenep Dikritik, Dinilai Seremonial dan Tak Sentuh Masalah Utama Pariwisata

    Festival Desa Wisata Sumenep Dikritik, Dinilai Seremonial dan Tak Sentuh Masalah Utama Pariwisata

    • calendar_month Sab, 21 Jun 2025
    • account_circle Redaksi
    • visibility 39
    • 0Komentar

    SUMENEP – Festival Desa Wisata yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep kembali menuai kritik tajam. Meskipun diklaim sebagai ajang untuk mempromosikan potensi desa wisata di Madura, pelaksanaan festival ini dinilai jauh dari persoalan utama sektor pariwisata daerah, terutama pada destinasi yang justru dikelola langsung oleh Pemkab. Acara tahunan ini melibatkan desa wisata dari tiga kabupaten […]

  • Hari Krida Pertanian Nasional, Momentum Menguatkan Semangat Pelaku Agrikultur Indonesia

    Hari Krida Pertanian Nasional, Momentum Menguatkan Semangat Pelaku Agrikultur Indonesia

    • calendar_month Jum, 20 Jun 2025
    • account_circle Redaksi
    • visibility 53
    • 0Komentar

    JAKARTA – Setiap tanggal 21 Juni, bangsa Indonesia memperingati Hari Krida Pertanian Nasional (HKPN) sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi para petani, peternak, dan pelaku agribisnis yang telah menjadi ujung tombak sektor pertanian nasional. Peringatan ini tak sekadar seremoni melainkan pengingat atas pentingnya kontribusi sektor pertanian dalam menjaga ketahanan pangan, keberlanjutan sumber daya alam, serta stabilitas […]

  • Ketua DPRD Sumenep Diduga Peras Warga Rp 10 Juta, Kasus Naik ke Penyidikan

    Ketua DPRD Sumenep Diduga Peras Warga Rp 10 Juta, Kasus Naik ke Penyidikan

    • calendar_month Kam, 19 Jun 2025
    • account_circle Redaksi
    • visibility 39
    • 0Komentar

    SUMENEP – Dugaan pemerasan yang melibatkan Ketua DPRD Sumenep berinisial ZA resmi naik ke tahap penyidikan. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) telah dikirimkan pihak kepolisian ke Kejaksaan Negeri Sumenep. SPDP dengan nomor 8/175/VI/RES.1.19/2025/Satreskrim dikirim pada 11 Juni 2025. Dokumen itu merujuk pada laporan polisi nomor LP/B/280/VI/2025/SPKT/POLRES SUMENEP/POLDA JAWA TIMUR tertanggal 4 Juni 2025. Penyidik juga […]

  • Oknum Kanit Tipikor Polres Pamekasan Diduga Gunakan Jabatan Demi Proyek Mertuanya

    Oknum Kanit Tipikor Polres Pamekasan Diduga Gunakan Jabatan Demi Proyek Mertuanya

    • calendar_month Ming, 22 Jun 2025
    • account_circle Redaksi
    • visibility 104
    • 0Komentar

    PAMEKASAN – Seorang oknum Kepala Unit Tindak Pidana Korupsi (Kanit Tipikor) di lingkungan Polres Pamekasan, Jawa Timur tengah menjadi sorotan publik. Ia diduga menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi dengan memanfaatkan posisi strategisnya demi mengamankan proyek bernilai fantastis bagi mertuanya. Isu ini mencuat ke permukaan setelah viral di media sosial, salah satunya lewat unggahan akun TikTok […]

  • Rokok Ilegal New Humer Merajalela di Madura, Aktivis: Bea Cukai Ibarat ” Can Macanan Kaddu’ “

    Rokok Ilegal New Humer Merajalela di Madura, Aktivis: Bea Cukai Ibarat ” Can Macanan Kaddu’ “

    • calendar_month Sel, 24 Jun 2025
    • account_circle Redaksi
    • visibility 35
    • 0Komentar

    SUMENEP – Peredaran rokok tanpa pita cukai merek New Humer makin tak terkendali di Madura. Rokok ilegal ini dijual secara terang-terangan di warung-warung dan pasar tradisional, namun nyaris tanpa tindakan dari aparat Bea Cukai. Fenomena ini membuat publik geram dan aktivis pun angkat bicara dengan sindiran tajam. Salah satu aktivis Madura, Faynani, menyebut kinerja Bea […]

You cannot copy content of this page

expand_less