BeritaDaerah

BPRS Jember Jomplang, APMS Desak DPRD dan Pemkab Sumenep Audit Menyeluruh BUMD

39
×

BPRS Jember Jomplang, APMS Desak DPRD dan Pemkab Sumenep Audit Menyeluruh BUMD

Sebarkan artikel ini
Penutupan BPRS Bhakti Sumekar Cabang Jember menimbulkan sorotan soal tata kelola BUMD di Sumenep. Foto/Klik Times.

SUMENEP |KLIKTIMES.ID – Polemik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Kabupaten Sumenep kembali mencuat. Alih-alih menjadi penopang Pendapatan Asli Daerah (PAD), beberapa BUMD, termasuk BPRS Bhakti Sumekar dinilai jomplang dalam kinerjanya dan gagal memberikan kontribusi maksimal.

BPRS Bhakti Sumekar Cabang Jember resmi menutup operasional setelah mengalami kerugian besar akibat tingginya kredit macet nasabah. Penutupan cabang ini memunculkan pertanyaan serius terkait manajemen, strategi ekspansi, dan pengawasan BUMD di ujung timur Madura.

Klik Times mencoba mengonfirmasi Direktur Utama BPRS Bhakti Sumekar, Hairil Fajar, pada Jumat (19/9/2025) pukul 08.24 WIB, terkait penyebab penutupan dan langkah pemulihan. Namun, Dirut memilih mengalihkan pembicaraan dan tidak memberikan jawaban langsung. Sikap bungkam ini memicu kritik soal transparansi pengelolaan BUMD.

Aktivis Gerakan Pemuda Republik (GPS), Firdaus Muza, menilai kondisi ini bukan sekadar kegagalan bisnis tetapi cerminan buruk tata kelola BUMD yang jomplang.

“Kalau cabang sampai ditutup karena kredit macet, artinya ada yang salah sejak perencanaan, strategi ekspansi, hingga pengawasan. Ini jelas merugikan masyarakat,” ujar Firdaus, Kamis (18/9/2025).

Firdaus menegaskan, modal BUMD bersumber dari uang rakyat, sehingga kerugian langsung berdampak pada keuangan publik.

“BUMD dibangun untuk mendukung PAD. Kalau rugi, rakyat yang paling dirugikan. Pemerintah daerah harus bertanggung jawab,” tegasnya.

Menurut Firdaus, pemerintah daerah wajib melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh BUMD sesuai Pasal 66 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mewajibkan pengawasan dan pertanggungjawaban BUMD demi kepentingan publik.

“Harus jelas berapa BUMD yang benar-benar menyumbang PAD dan berapa yang hanya menghabiskan anggaran,” kata Firdaus.

Firdaus juga menyoroti lemahnya political will pemerintah daerah dalam memperbaiki tata kelola BUMD. Evaluasi selama ini hanya sebatas laporan formal tanpa analisis mendalam, padahal BUMD yang sehat bisa menjadi tulang punggung keuangan daerah.

“Kalau evaluasi hanya formalitas, masalah yang sama akan terus berulang,” ujarnya.

Aktivis HMI itu menekankan pentingnya keterbukaan informasi publik sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

“Sikap bungkam Dirut BPRS Bhakti Sumekar menunjukkan kurangnya transparansi. Publik berhak mengetahui bagaimana uang rakyat dikelola,” tambah Firdaus.

Firdaus menegaskan, audit menyeluruh dan pengawasan ketat harus menjadi prioritas agar ketimpangan dan carut marut BUMD tidak merugikan rakyat lagi.

“Pemkab dan DPRD harus berani bertindak tegas. Modal publik tidak boleh terus terancam oleh manajemen yang tidak profesional,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *