SUMENEP – Isu kesetaraan gender kembali mengemuka dalam gelaran Seminar Woman Movement bertajuk “Breaking the Glass Ceiling: Mendobrak Stereotip Gender dalam Era Modern” yang digelar di Aula As-Syarqawi Universitas Annuqayah, Rabu (23/7/2025).
Seminar ini menjadi salah satu agenda utama dalam rangkaian UNIVFEST 2025 yang diinisiasi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Annuqayah.
Acara tersebut dihadiri oleh ratusan mahasiswi dan undangan dari Keluarga Besar Mahasiswa (KBM), menghadirkan ruang diskusi yang edukatif dan reflektif tentang peran perempuan dalam masyarakat modern.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam pemaparannya, Dr. Esti Sri Rahayu, S.P., M.P., dari Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Jawa Timur, menjelaskan tentang glass ceiling konsep batas tak kasat mata yang masih menghambat perempuan untuk menduduki posisi strategis di berbagai bidang.
“Sering kali hambatannya bukan karena perempuan tidak mampu tetapi karena struktur sosial yang secara halus membatasi ruang gerak mereka,” ujar Esti.
Ia mendorong pentingnya penguatan kapasitas dan keberanian perempuan untuk masuk dan tampil dalam ruang-ruang pengambilan keputusan baik di ranah publik maupun profesional.
Pembicara selanjutnya, Ibu Nunung Fitriana, M.Pd., mengangkat dimensi historis dengan membandingkan kondisi perempuan sebelum dan sesudah Islam hadir. Ia juga menyoroti tantangan feminisme modern khususnya yang berkembang di dunia Barat.
“Feminisme Barat kerap menjadikan laki-laki sebagai lawan tanding. Padahal, perempuan Indonesia bisa berdaya tanpa harus kehilangan nilai-nilai budayanya,” ungkapnya.
Menurutnya, tokoh seperti R.A. Kartini telah membuktikan bahwa pendidikan dan ilmu pengetahuan adalah jalan strategis bagi pemberdayaan perempuan tanpa meninggalkan akar tradisi.

Sementara itu, Nyai Nafidzatin Nadhor, S.Ag., hadir dengan pendekatan spiritual dan keagamaan. Ia mengajak peserta untuk memahami bahwa pemberdayaan perempuan bukanlah sekadar tuntutan zaman melainkan bagian dari tanggung jawab keagamaan.
“Islam datang untuk mengangkat derajat perempuan, bukan mengekang potensinya. Maka, menjadi perempuan yang aktif, kritis, dan produktif adalah wujud dari amanah keislaman itu sendiri,” tutur Nyai Nafidzatin.
Seminar yang dimoderatori oleh Sitti Ummu Kulsum ini berlangsung dalam suasana dialogis dan terbuka. Para peserta aktif mengajukan pertanyaan, membagikan pengalaman hingga memberikan pandangan kritis terkait ketimpangan gender yang masih terjadi di berbagai lini kehidupan.
Di akhir acara, UKM Teater Al-Fatihah turut meramaikan suasana dengan membawakan pertunjukan berjudul “Laki-Laki Itu Memenuhi Kepala Kami”. Lakon ini menyampaikan pesan simbolik tentang bagaimana konstruksi patriarki telah tertanam dalam alam pikir perempuan sejak lama, memengaruhi sikap dan pilihan hidup mereka secara tak sadar.